Jelajah Keramaian Malioboro

Jelajah Keramaian Malioboro- Jalan Malioboro bagian utama sejarah perkembangan Kota Yogyakarta. Jalan ini membentang panjang di atas garis imajiner Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak Gunung Merapi. Sejumlah sumber menyebutkan bahwa penamaan Malioboro mempunyai dua versi yang cukup melegenda. Versi pertama jalan Malioboro merupakan penghormatan kepada  seorang bangsawan Inggris yang bernama Marlborough yang pernah tinggal di Yogyakarta dari tahun 1811 M hingga 1816 M
Jalan Malioboro
Suasana Jalan Malioboro
Versi yang kedua nama Malioboro diambilkan dari bahasa Sansekerta yang artinya karangan bunga. hal ini merujuk pada kegiatan Keraton setiap melakukan perayaan daerah Malioboro ini dulunya merupakan daerah yang dipenuhi karangan bunga. ruas jalan Malioboro dahulu merupakan jalur sepi yang digunakan oleh Masyarakat untuk akses ke Keraton mengikuti prosesi atau perayaan acara-acara keraton.

Malioboro Malam Hari
Penggalan lagu Yogyakarta yang dibawakan KLA Project pada awal 1990-an tampaknya masih relevan hingga kini menggambarkan kehidupan malam di Jalan Malioboro. Bahkan jauh sebelum lagu itu diciptakan ketika singgah beberapa waktu yang lalu mengamati andong, becak, lesehan dan musisi jalanan tetap kokoh menjadi ikon jalan ini sekaligus ikon wisata kota Yogyakarta melengkapi deretan toko seperti suasana ketika lagu ini diciptakan bahkan jauh sebelumnya. Perubahan yang terjadi hanya kehadiran Trans Jogja dan Mal Malioboro.
Keramaian Jalan Malioboro
Musisi Jalanan

Pada malam hari sedikitnya dua kelompok musisi jalanan memikat ribuan pengunjung jalan Malioboro di antaranya turis mancanegara. Kelompok yang pertama menamakan dirinya Calung Funk biasanya mangkal diseberang Mal Malioboro dengan 7 per sonel. Di antaranya grup yang didirikan enam tahun lalu menyanyikan lagu
Terajana. ABG Tua dengan aransemen mereka buat sendiri, serta lagu berbahasa Jawa Campursari. 

Calung Funk memadukan alat musik, beberapa alat musik, di antaranya angklung, tripuk, bedug, kulintang dan tamborin, Yang menarik salah satu di antara bertugas mengatur lalu lintas jalan sebab becak dan andong setiap beberapa menit berseliweran. Dinamakan calung karena berasal drai Bahasa Sunda artinya angklung, sekalipun personel grup ini berasal dari Purbalingga dan Purwokerto. Berapa turis asal Belanda dan Prancis yang menyaksikan kelompok ini memberikan aplaus.

Belasan warung lesehan masih bertahan dan diserbu oleh para wisatawan lokal maupun mancanegara pada musim libur. Lainnya menikmati Ronde Jahe yang dijual keliling dengan gerobak di sepanjang jalan.  Saya bertemu Celine dan Jennifer turis asal Prancis, berusia 20 tahunan yang sudah dua hari berada di Yogyakarta menikmati berbagai objek di luar kota mau pun di dalam kota. Celine mengaku sudah dua kali ke Yoygyakarta dan berasal dari Marsailles, sebuah kota di Prancis Selatan dan Jennifer kawannya bekerja di Guyana jajahan Prancis di Amerika Selatan. Jennifer menikmati semangkuk Ronde Jahe seharga Rp5000. Dia tak hentinya bertanya pada Saya  isi dari Ronde Jahe. Kami membantu menterjemahkan dua turis yang tidak berbahasa Inggris ini. Jennifer termanggu ketika diterangkan bahwa buah kolang-kaling yang menjadi bahan Ronde Jahe berasal dari Pohon Aren, masih keluarga dengan pohon kelapa, roti dan kacang. Ternyata rasanya enak ujar Jennifer yang bersama Celine akan bertolak ke Sulawesi.
 
warung lesehan malioboro
Lesehan di Malioboro

Di setiap sisinya Jalan Malioboro terdapat beberapa jalan kecil yang sudah dijadikan lokasi wisata secara resmi oleh pemerintah setempat. Di antaranya Jalan Dagen tempat Saya menginap terdapat beberapa hotel dengan tarif ekonomis antara Rp150 hingga Rp300 ribuan per malam. Tak heran dari pagi hingga malam hari para backpacker berkeliaran tak putus-putusnya di musim liburan ini. Di pagi hari giliran warung nasi kucing yang mendapatkan rezeki, terutama pada jam sebelum mal buka.

Cendera Mata Malioboro
Berburu cendera mata di kaki lima sepanjang jalan Malioboro juga mengasyikan mulai dari daster batik, kaos sablonan hingga bordiran yang rata-rata berharga Rp30-40 ribu.  tak ketinggalan kerajinan bambu, hiasan dari perak dan rotan sangat banyak pilihannya. banyak wisatawan belanja suvenir khas Jalan Malioboro untuk dijadikan oleh-oleh pulang ke negaranya. tapi para wisatawan juga harus pandai menawar sebelum membeli.

Sejarah Pasar Beringharjo
Menelusuri Mailoboro menuju Jalan Ahmad Yani Anda akan menemui Pasar Beringharjo. Pasar yang bersejarah karena telah digunakan sebagai tempat jual beli sejak abad ke 18. sekarang ini pasar Beringharjo sudah beberapa kali dipugar dan lebih lengkap menjual aneka dagangannya. namun makanan khas Jogyakarta seperti gudeg dan jajanan pasar tradisional masih dominan dan banyak dijumpai di sudut-sudut Pasar Beringharjo
Pasar Beringharjo jogya
Aktifitas di Pasar Beringharjo
Falsafah dari Pasar Beringharjo sendiri merupakan salah satu tempat yang melambangkan fungsi ekonomi, sehingga Pasar Beringharjo merupakan pilar Catur Tunggal selain dari Keraton, Alun-alun Utara. Wilayah Pasar Beringharjo awalnya merupakan hutan beringin beberapa waktu berdiri nya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, tepatnya pada 1758. Ratusan tahun kemudian, pada 1925, barulah tempat transaksi ekonomi ini memiliki sebuah bangunan permanen. Nama Beringharjo merupakan pemberian dari Sultan Hamengkubuwono IX yang mempunyai arti daerah yang dulu banyak pohon Beringin yang nantinya diharapkan dapat memberikan kesejahteraan(harjo)

Rute Menuju Malioboro

Bagi Anda yang akan mengabiskan akhir pekan di Jalan Malioboro, akan tersedia hotel maupun penginapan yang berada di sekitar Malioboro, Anda cukup jalan kaki saja dari hotel untuk sampai ke Malioboro. Namun apabila Anda menginap agak jauh atau di luar area Malioboro sebaiknya anda mencari  jalur alternative biar tidak terjebak kemacetan, Anda bisa melaului Jalan Diponegoro sampai Abubakar Ali terus Anda melewati jalan Sudirman terus sampai jalan Yos Sudarso sudah dekat ke Malioboro (maps)

Selamat menjelajah Malioboro, Joya memang istimewa